Oleh: Amelia
(Alumni Uswatun Hasanah)
OPINI – Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari 17.380 pulau dan memiliki garis pantai sepanjang 99.083 km, menjadikannya negara dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia. Menurut data Badan Informasi Geospasial (BIG) tahun 2024, wilayah laut Indonesia mencapai ±8 juta km², termasuk 6,15 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Fakta geografis ini menjadikan Indonesia bukan hanya negara maritim, tetapi juga salah satu pusat biodiversitas laut terpenting di dunia.
Namun, potensi luar biasa ini menghadapi tantangan serius yang mengancam keberlanjutan ekosistem laut. Ironisnya, ancaman tersebut sebagian besar bersumber dari aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab, baik di tingkat masyarakat maupun kebijakan negara.
Kekayaan Laut yang Terancam
Laut Indonesia menyimpan lebih dari 2.200 spesies ikan karang dan 2.667 km² terumbu karang (Coral Triangle Atlas, 2025), termasuk 6 dari 7 spesies penyu laut dunia. Mangrove seluas 3,4 juta hektare yang menyimpan sekitar 3,14 miliar ton karbon turut menjadikan Indonesia sebagai benteng penting dalam mitigasi perubahan iklim global.
Dari sisi ekonomi, sektor kelautan menghasilkan ±6,1 juta ton ikan setiap tahun dan menyumbang nilai ekonomi sekitar US$ 280 miliar. Pemerintah telah menetapkan kawasan konservasi laut seluas 284.000 km² dan menargetkan hingga 975.000 km² pada tahun 2045. Namun, potensi ini terancam akibat pencemaran laut, penangkapan ikan ilegal, dan eksploitasi sumber daya yang tidak berkelanjutan.
Pencemaran Laut: Ancaman Sistemik terhadap Ekosistem dan Manusia
Pencemaran laut di Indonesia telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Sampah plastik, limbah industri, dan tumpahan minyak mencemari laut dan mengancam keberlanjutan kehidupan biota laut. Bahkan, kebiasaan membuang sampah ke sungai dan laut masih dianggap normal oleh sebagian masyarakat. Terumbu karang rusak, populasi ikan menurun, dan habitat laut terganggu secara sistemik.
Kesehatan manusia pun tak luput dari dampaknya. Kontaminasi logam berat dan mikroplastik dari hasil laut dapat menyebabkan penyakit serius. Dari sisi sosial ekonomi, nelayan kecil adalah pihak yang paling merasakan dampak penurunan hasil tangkapan dan kerusakan lingkungan pesisir.
Kegagalan Regulasi dan Lemahnya Penegakan Hukum
Sayangnya, kerusakan ekologi ini diperparah oleh lemahnya pengawasan dan penegakan hukum. Banyak industri membuang limbah secara ilegal ke laut tanpa pengolahan yang memadai. Penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing) oleh kapal asing dan lokal terus berlangsung dengan minim sanksi tegas.
Padahal, Indonesia memiliki kerangka hukum yang jelas, seperti Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun, implementasi dan pengawasan regulasi ini belum optimal. Diperlukan kebijakan afirmatif, transparansi, dan keberanian politik untuk menjatuhkan sanksi berat kepada pelaku pencemaran lingkungan.
Solusi Strategis dan Kolaboratif
Solusi terhadap krisis ekologi laut Indonesia tidak dapat berjalan secara parsial. Pendekatan sistemik, kolaboratif, dan berbasis sains diperlukan, antara lain:
- Penegakan hukum yang konsisten dan ketat, termasuk pencabutan izin usaha, denda, dan pidana bagi pelaku pencemaran.
- Modernisasi infrastruktur limbah, seperti penggunaan teknologi pipa vinilon KRAH untuk mengelola limbah industri agar tidak bocor ke laut.
- Edukasi publik berkelanjutan, melalui kurikulum sekolah tentang ekosistem laut, serta kampanye sosial anti-sampah plastik dan pentingnya daur ulang.
- Pemberdayaan komunitas lokal, dengan mendorong kegiatan gotong royong membersihkan pantai dan pelatihan ekonomi berbasis konservasi laut.
- Pemanfaatan teknologi ramah lingkungan, seperti sistem The Ocean Cleanup, untuk membersihkan sampah plastik dari lautan secara efisien.
- Rehabilitasi ekosistem, melalui penanaman mangrove dan restorasi terumbu karang berbasis komunitas.
Ekoteologi: Menjaga Laut sebagai Amanah Ilahiyah
Dalam perspektif spiritual, laut bukan sekadar sumber daya ekonomi, melainkan anugerah Ilahi yang harus dijaga dan disyukuri. Al-Qur’an dalam Surat An-Nahl ayat 14 menyatakan bahwa Allah menciptakan laut sebagai sumber makanan, perhiasan, dan sarana transportasi bagi manusia. Ayat ini menegaskan bahwa laut adalah amanah yang wajib dijaga kelestariannya, bukan dieksploitasi tanpa batas.
Kesimpulan
Keberlanjutan laut Indonesia adalah cerminan tanggung jawab kolektif antara masyarakat dan pemerintah. Kegagalan menjaga laut hari ini akan menjadi warisan bencana ekologis bagi generasi mendatang. Maka, sinergi lintas sektor, pendekatan hukum yang kuat, transformasi perilaku masyarakat, serta visi ekologis dalam kebijakan negara adalah kunci dalam menjaga birunya laut Indonesia.
Komentar