Oleh: Hamsa, S.Pd., M.Pd.
OPINI – Pernahkah kita merasa ingin memulai segalanya dari awal? Seolah-olah menghapus jejak masa lalu, terbebas dari kesalahan, dan menjalani hidup tanpa beban? Konsep tabula rasa menggambarkan bahwa manusia pada dasarnya lahir dalam keadaan kosong, siap untuk menerima pengalaman dan pembelajaran yang akan membentuk dirinya.
Namun, bisakah kita benar-benar kembali ke titik nol? Meskipun tidak secara fisik, kita selalu memiliki kesempatan untuk memperbarui diri. Setiap hari memberikan peluang untuk merefleksikan kehidupan, membersihkan hati dari keburukan, dan menulis ulang kisah perjalanan kita dengan sudut pandang yang lebih baik.
Di sinilah refleksi diri memiliki peran penting. Sudahkah kita menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya? Ataukah kita masih terjebak dalam kebiasaan lama, dikendalikan oleh ego yang merajalela lela, serta dikuasai emosi negatif yang membeludak? Jika kita memahami diri kita sebagai tabula rasa, mungkin kita akan lebih terbuka terhadap perubahan dan lebih mudah menerima kesalahan sebagai bagian dari pembelajaran, bukan sebagai hambatan yang membuat kita terhenti.
Memahami tabula rasa tidak berarti melupakan masa lalu sepenuhnya, tetapi lebih kepada bagaimana kita memberikan ruang untuk pertumbuhan dan perubahan. Kita bisa memilih untuk melepaskan hal-hal yang membebani pikiran, memperbaiki perspektif, dan membentuk narasi hidup yang lebih bermakna.
So, apakah kita benar-benar bersedia memberi diri kita sendiri kesempatan untuk berubah? Sebab, yang menentukan bagaimana lembaran hidup ini akan terisi bukanlah orang lain lohh, melainkan kita sendiri.
Now, momennya bulan puasa nih apa salahnya ketika kita mulai mencoba membuka lembaran baru kita dengan amalan-amalan yang bersih seperti: memperbanyak baca al-Qur’an, Dzikir, Sedekah, dan Do’a. Dengan begini konsep tabula rasa, akan kembali seperti dahulu kala. Pilihan ada di tangan kita masing-masing.
Komentar