Indonesia Siapkan Strategi Impor US$ 18-19 Miliar dari AS untuk Redam Ketimpangan Perdagangan

Nasional3624 Dilihat

Jakarta— Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan langkah strategis untuk mengurangi ketidakseimbangan neraca perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) dengan meningkatkan nilai impor produk asal AS hingga mencapai US$ 18 miliar hingga US$ 19 miliar. Kebijakan ini menjadi bagian dari strategi diplomasi ekonomi untuk menurunkan tarif impor tinggi yang saat ini diberlakukan AS terhadap Indonesia sebesar 32%.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa langkah tersebut merupakan bentuk respons terhadap permintaan dari Pemerintah AS, yang mengharapkan Indonesia membantu memperkecil defisit perdagangan AS terhadap Indonesia. Diketahui, saat ini defisit perdagangan tersebut berada di angka sekitar US$ 18 miliar.

“Seluruh isu yang dibahas telah kami jawab, termasuk rencana pembelian produk AS sebagai kompensasi atas ketimpangan ekspor-impor,” ujar Airlangga dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (14/4).

Produk-produk yang akan dibeli Indonesia dari AS akan disesuaikan dengan kebutuhan pasar domestik. Selama ini, Indonesia memang banyak mengimpor produk agrikultur dari AS seperti gandum dan kedelai, yang merupakan bahan pokok penting dalam industri makanan nasional.

Sementara itu, Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menambahkan bahwa angka US$ 18 miliar tersebut tidak semata-mata mencerminkan transaksi impor langsung, melainkan termasuk juga pembelian dalam berbagai bentuk lain yang akan tercatat dalam neraca perdagangan.

“Pembelian bisa dilakukan secara bertahap dan dalam berbagai bentuk. Yang terpenting, langkah ini akan dicatat dalam neraca dagang untuk menutup gap perdagangan dengan AS,” jelas Susiwijono.

Langkah ini merupakan bagian dari pendekatan aktif diplomasi ekonomi Indonesia dalam menjaga hubungan dagang dengan mitra strategis seperti Amerika Serikat, sekaligus melindungi kepentingan ekspor nasional dari tekanan tarif yang berpotensi merugikan sektor industri.

Komentar