Gaza – Hamas mengumumkan bahwa mereka akan mempercepat pembebasan enam sandera Israel serta menyerahkan jenazah sejumlah tawanan yang tewas. Langkah ini dilakukan setelah pemerintah Israel menyetujui untuk melanjutkan pembicaraan tidak langsung dengan kelompok militan Palestina tersebut mengenai gencatan senjata yang langgeng.
Enam warga Israel, termasuk dua orang yang telah ditahan sejak sebelum serangan 7 Oktober 2023, dijadwalkan akan dibebaskan akhir pekan ini. Sebelumnya, Hamas hanya bersedia membebaskan mereka secara bertahap dalam beberapa akhir pekan berbeda.
Pengumuman ini muncul hanya beberapa jam setelah Israel menyetujui masuknya alat berat untuk membersihkan puing-puing di Gaza serta sejumlah rumah mobil bagi warga di wilayah yang terkepung itu. Seorang pejabat Israel yang dikutip oleh Haaretz menyatakan bahwa lebih banyak bantuan akan diizinkan masuk jika Hamas mematuhi jadwal pembebasan yang telah disepakati.
Perkembangan ini meningkatkan harapan bagi para mediator internasional yang tengah berupaya menengahi gencatan senjata jangka panjang antara Israel dan Hamas. Sebagai bagian dari kesepakatan, Israel diperkirakan akan menukar ratusan tahanan Palestina dengan para sandera dan jenazah yang akan dibebaskan pada Kamis mendatang.
Mayat yang akan dikembalikan oleh Hamas kemungkinan termasuk tiga anggota keluarga Bibas, yang menjadi simbol kekejaman Hamas di mata publik Israel setelah mereka muncul dalam video propaganda kelompok tersebut. Hamas sebelumnya menyatakan bahwa ibu dan dua anaknya telah tewas dalam serangan udara Israel.
Menteri Luar Negeri Israel, Gideon Sa’ar, mengonfirmasi bahwa pemerintahnya telah setuju untuk melanjutkan negosiasi formal terkait gencatan senjata tahap kedua. Jika berhasil, pembicaraan ini dapat mengarah pada penghentian perang secara permanen, penarikan penuh pasukan Israel dari Gaza, serta rekonstruksi wilayah tersebut, dengan imbalan pembebasan sekitar 70 sandera yang masih ditahan Hamas dari total sekitar 250 orang yang diculik pada serangan 7 Oktober.
Seorang pejabat senior Hamas, Khalil al-Hayya, juga menyatakan bahwa kelompoknya sedang mempertimbangkan opsi pembebasan semua sandera dalam satu tahap, merespons tekanan internasional, termasuk dari Presiden AS Donald Trump, yang secara terbuka menolak pembebasan bertahap.
Di sisi lain, meski pembicaraan gencatan senjata berlanjut, Israel tetap memperkuat kebijakan kontroversial terkait Gaza. Pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu baru-baru ini mengumumkan rencana pembentukan “direktorat khusus” dalam kementerian pertahanan untuk memfasilitasi “emigrasi” warga Palestina dari Gaza.
Langkah tersebut mencakup opsi keberangkatan melalui laut, udara, dan darat, yang menurut analis dapat mengarah pada pengungsian permanen. Netanyahu juga menyebut usulan Trump untuk menjadikan Gaza sebagai “Riviera di Timur Tengah” sebagai strategi bersama, meski ia enggan menjelaskan apakah warga Palestina yang meninggalkan wilayah itu akan diizinkan kembali.
Rencana ini menuai kekhawatiran dari Mesir dan Yordania yang berpotensi menghadapi gelombang pengungsi baru. Sementara itu, perundingan mengenai gencatan senjata terus berlangsung dengan harapan dapat mengakhiri konflik berkepanjangan di wilayah tersebut.
Komentar