Afrika Selatan Bersikeras Lanjutkan Kasus Genosida terhadap Israel Meski Ditekan Trump

Internasional62 Dilihat

Johannesburg – Menteri Luar Negeri Afrika Selatan, Ronald Lamola, menegaskan bahwa negaranya tidak akan menarik gugatan genosida terhadap Israel di Mahkamah Internasional (ICJ), meskipun mendapat tekanan dari mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Lamola menyatakan bahwa Afrika Selatan tetap teguh pada prinsip supremasi hukum dan tidak akan mundur.

“Tidak ada peluang bagi Afrika Selatan untuk menarik kembali kasus ICJ meskipun Trump mengancam,” ujar Lamola kepada Financial Times. Ia menambahkan bahwa mempertahankan prinsip terkadang memiliki konsekuensi, tetapi ini penting bagi dunia.

Afrika Selatan mengajukan gugatan terhadap Israel pada akhir 2023, menuduh negara tersebut melanggar hukum internasional tentang genosida dalam perang melawan Hamas di Gaza. Tuduhan ini dibantah keras oleh Israel. Sementara keputusan akhir masih menunggu, ICJ sebelumnya telah mengeluarkan perintah darurat agar Israel membatasi kerugian dalam konflik tersebut.

Tekanan dari Trump dan Pemerintah AS

Pekan lalu, Trump menandatangani perintah eksekutif yang menghukum Afrika Selatan atas posisinya terhadap Israel. Perintah tersebut mencakup penghentian bantuan asing ke Afrika Selatan dan potensi pencabutan akses bebas tarif ke pasar AS di bawah Undang-Undang Pertumbuhan dan Peluang Afrika (Agoa), yang tahun lalu digunakan Afrika Selatan untuk mengekspor barang senilai $3,6 miliar.

Selain itu, AS juga menuduh Afrika Selatan bekerja sama dengan Iran dalam pengaturan komersial, militer, dan nuklir. Senator AS Marco Rubio bahkan mengumumkan bahwa ia akan melewatkan pertemuan G20 yang diselenggarakan di Afrika Selatan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan negara tersebut.

Dampak dan Respon Afrika Selatan

Kampanye Trump terhadap Afrika Selatan menjadi tantangan besar bagi pemerintahan koalisi di negara itu. Lamola membantah klaim AS tentang hubungan negaranya dengan Iran dan menyatakan bahwa undang-undang perampasan tanah yang dikritik AS tidak bersifat sewenang-wenang, melainkan bertujuan memperbaiki ketidakadilan historis akibat apartheid.

“Kami ingin segera berdialog dengan AS dan siap membujuk mereka jika mereka bersedia dibujuk,” ujar Lamola.

John Steenhuisen, pemimpin Aliansi Demokratik (DA), mitra koalisi pro-bisnis dari Kongres Nasional Afrika (ANC), mendesak agar hubungan dengan Trump segera diperbaiki. Ia memperingatkan bahwa hubungan buruk dengan AS dapat mengancam pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja. Namun, ia juga menyalahkan ANC karena dianggap terlalu dekat dengan Rusia dan Iran.

Sementara itu, Songezo Zibi dari partai Rise Mzansi menyatakan bahwa tidak ada yang bisa dilakukan Afrika Selatan untuk menyenangkan pemerintahan Trump. Ia melihat perselisihan ini sebagai bagian dari kampanye lebih luas melawan multilateralisme.

Afrikaner Menolak Tawaran Suaka Trump

Di sisi lain, kelompok Afrikaner menolak tawaran suaka dari Trump yang bertujuan melindungi mereka dari diskriminasi berbasis ras yang diduga terjadi akibat undang-undang perampasan tanah. AfriForum, kelompok lobi Afrikaner, menyatakan bahwa kurang dari 1 persen dari 300.000 anggotanya menunjukkan minat untuk bermigrasi ke AS.

“Kami berterima kasih atas upaya Trump, tetapi dalam jangka panjang, solusi harus ditemukan secara lokal,” kata Kallie Kriel, kepala eksekutif AfriForum.

Ancaman Ekonomi jika Agoa Ditarik

Para analis memperingatkan bahwa kehilangan akses ke Agoa akan menjadi pukulan telak bagi ekonomi Afrika Selatan, terutama sektor pertanian yang saat ini menjadi salah satu sektor berkinerja terbaik di tengah ekonomi yang sedang terpuruk.

“Jika kita kehilangan Agoa, rata-rata warga Afrika Selatan akan jauh lebih menderita,” ujar Jaco Minnaar, presiden AgriSA, organisasi pertanian terbesar di negara itu.

Ketegangan antara Afrika Selatan dan pemerintahan Trump diperkirakan akan terus berlanjut, sementara pemerintah Afrika Selatan berupaya mencari solusi diplomatik guna menghindari dampak negatif bagi perekonomiannya.

Komentar