Ngopi santai ala Gen Z kali ini terasa berbeda. Narasumbernya bukan seleb, bukan penulis penuh waktu melainkan seorang polisi bernama Nurdin, S.H., M.H. yang diam-diam punya hobi unik: menulis. Ya, seragamnya mungkin tegas, tapi jemarinya lentur ketika menari di atas kertas.
Beliau bukan hanya polisi. Ia juga dosen, penulis, bahkan masih berstatus mahasiswa. Di tengah padatnya pekerjaan, ia tetap mampu menjaga ritme hidup secara sistematis. Yang bikin kagum, bukan hanya banyaknya peran yang ia jalani, tetapi bagaimana ia tetap setia pada satu hal yang sering diabaikan: menulis.
Umarul Faruq selaku host mencoba mengulik rahasianya. “Kok bisa, Pak, kerja aktif tapi masih sempat menulis?” Dengan nada santai, Pak Nurdin menjawab, “Profesi itu bukan penghalang. Semuanya bisa berjalan beriringan.” Ia bercerita bagaimana menulis awalnya hanya coba-coba, tapi akhirnya menjadi candu yang menyenangkan. Dari sekadar mengirim tulisan ke koran, kini lahirlah opini-opini yang menginspirasi.
Di titik ini, ada satu pesan yang layak dicatat: menulis bukan soal siapa yang paling hebat, tapi siapa yang sanggup menyelesaikan sampai akhir.
Pada penutup obrolan, Pak Nurdin menitipkan pesan untuk generasi muda, terutama mahasiswa: kuasai tiga hal membaca, berdiskusi, dan menulis. Ketiganya adalah fondasi agar pemahaman tidak berhenti di kepala, tapi mengalir kepada orang lain. Seperti pepatah Arab, ilmu tanpa amal bagai pohon tanpa buah. Menulis mungkin tidak langsung indah, tapi keindahan lahir dari upaya yang terus diperbaiki. Dan itu semua berawal dari kebiasaan sederhana: tetaplah membaca agar cakrawala selalu terbuka.
Tulisan ini mengingatkan kita bahwa passion bukanlah milik mereka yang punya banyak waktu. Passion adalah milik mereka yang mau menyediakan waktu. Dan kadang, satu goresan tinta saja cukup untuk mengubah cara kita memandang hidup.









Komentar