Solo – Pabrik tekstil ternama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi menghentikan operasionalnya dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal terhadap 8.400 karyawan. Penutupan ini menandai babak baru dalam perjalanan perusahaan yang kini berada di bawah pengelolaan kurator.
Keputusan untuk menutup pabrik dan melakukan PHK massal diumumkan pada Jumat (28/2), setelah perusahaan mengalami tekanan keuangan yang tak tertahankan. Dengan penutupan ini, seluruh proses hukum dan tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan serta kreditur kini dialihkan ke tim kurator yang ditunjuk.
Pihak manajemen Sritex menyatakan bahwa mereka telah berupaya mencari solusi terbaik sebelum akhirnya mengambil langkah ini. “Kami sangat menyesali keputusan ini, namun kondisi keuangan perusahaan tidak memungkinkan untuk melanjutkan operasional,” ujar perwakilan manajemen.
Ribuan karyawan yang terdampak kini menghadapi ketidakpastian terkait pesangon dan hak-hak lainnya. Serikat pekerja berharap kurator dapat memastikan hak karyawan terpenuhi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Sritex, yang sebelumnya dikenal sebagai salah satu produsen tekstil terbesar di Asia Tenggara, telah mengalami tekanan finansial dalam beberapa tahun terakhir. Faktor-faktor seperti penurunan permintaan global, kenaikan biaya produksi, serta beban utang yang tinggi turut berkontribusi terhadap kehancuran perusahaan.
Para pengamat industri menilai bahwa kebangkrutan Sritex akan memberikan dampak signifikan pada sektor tekstil nasional. Selain mengakibatkan lonjakan angka pengangguran, hal ini juga dapat mempengaruhi rantai pasok tekstil di Indonesia.
Kini, nasib Sritex berada di tangan kurator yang bertugas mengelola aset perusahaan serta menyelesaikan kewajiban finansialnya. Keputusan lebih lanjut mengenai aset perusahaan dan kemungkinan restrukturisasi akan ditentukan dalam beberapa bulan ke depan.
Komentar