Sebenarnya Kerugian Negara Di Pertamina Lebih Besar Dari Hitungan Kejagung RI

Opini720 Dilihat

OLEH – Shalihah Bilqis (Aktivis Perempuan)

OPINI – Kejagung mencatat ada lima hal utama yang menyebabkan kerugian negara:
1.Kerugian Ekspor Minyak Mentah Dalam Negeri – Rp 35 triliun
2. Kerugian Impor Minyak Mentah melalui Broker – Rp 2,7 triliun
3. Kerugian Impor BBM melalui Broker – Rp 9 triliun
4.Kerugian Pemberian Kompensasi – Rp 126 triliun
5. Kerugian Pemberian Subsidi – Rp 21 triliun.

Prakiraan total kerugian negara tembus Rp968,5 Triliun hampir tembus 1 kuadriliun jika dihitung sejak 2018-2023.

Bagaimana jika dihitung sejak 2001, ketika DPR RI membentuk pansus Pertamina yang tidak jelas hasil perubahannya di Pertamina. Pasti angkanya jauh lebih besar. Karena sejak tahun 2000an indikasi kebocoran di Pertamina sudah tercium oleh banyak media.

Selain itu, faktor lain yang tidak pernah terhitung sama sekali, dan tidak pernah dibahas dan dicermati secara detail adalah angka kerugian distribusi BBM yang tidak sesuai spesifikasi. Misal modus harga subsidi dirubah menjadi harga industri, kemudian dijual ke industri tambang, perkebunan dan ke perusahaan kapal. Kalau ada yang mau menghitung ini, angkanya bisa berlipat kali lebih banyak dibanding temuan Kejagung RI saat ini.

Sejak tahun 2.000 isu korupsi kerugian negara sudah terendus di Pertamina, DPR RI entah sudah berapa kali membuat pansus pertamina, dan tidak pernah menyasar terkait tata niaga distribusi BBM. Seolah pansus yang dibentuk hanya formalitas tanpa bisa merubah tata niaga dan proses distribusi BBm sampai tingkat konsumen.

Belum lagi proyek pertashop yang diluncurkan pertamina, hampir setiap saat pertashop lebih banyak tutup dibanding yang beroperasi, bayangkan berapa kerugian para mitra lokal yang kebanyakan berasal dari pengusaha tingkat bawah. Andai ada yang menghitung seluruh kerugian para mitra yang membangun pertashop diseluruh Indonesia, pasti angka kerugiannya juga sangat besar.

Di daerah Luwu Raya saja, terdiri empat kabupaten (Luwu, Kota Palopo, Luwu Utara, Luwu Timur) sulawesi selatan, hampir setiap saat terjadi kelangkaan BBM di SPBU, sebab diduga kuat BBM subsidi diambil disetiap SPBU kemudian ditampung dan dikumpulkan dan dijual ke daerah industri tambang wilayah Morowali, tentu dijual dengan harga industri. Ini tentu juga satu jenis kebocoran kerugian negara

Belum lagi, mainan minyak di pertamina dengan kapal laut, dengan modus sederhana, misal kontrak jatah BBM sekelas kapal feri penyebrangan, biasanya jatah feri 40 ribu liter dalam sebulan (info ini saya dapatkan langsung dari Chief Engineer Kapal Feri) , berarti ada 480 ribu liter kebutuhan BBM dalam setahun untuk satu kapal feri penyebrangan. Biasanya modus operandi perusahaan kapal seperti ini hanya memainkan invoice tagihan BBM dengan pihak pertamina, biasanya yang dimasukkan ke tangki kapal hanya setengah jumlah BBM dari kebutuhan operasi, sisanya lagi diuangkan dan dibagi-bagi oknum pertamina bersama perusahaan kapal dan juga sesama kru kapal. Karena biasanya dalam sebulan 40 ribu liter BBM jatah perkapal , tidak semua BBM terpakai habis penggunaan nya, masih ada sisa BBM sampai masuk bulan berikutnya, sehingga pada tiap pengisian BBM ke tangki kapal, sangat dimungkinkan jumlah yang masuk ke tangki kapal tidak sesuai dengan jumlah di invoice pembayaran, terjadi kongkalikong antara oknum pertamina dengan pihak perusahaan kapal atau kru kapal.

Anggap hitungan terkecil, yang bocor hanya 10 ribu liter sebulan, berati ada kebocoran 120 ribu liter dalam setahun.
Hitungan sederhana 120.000 x 6.500 harga subsidi hasilnya ada Rp. 780 juta uang negara bocor dalam setahun, hanya untuk hitungan 1 (satu) kapal feri penyebrangan.

Bagaimana jika perusahaan kapal swasta yang berkontrak dengan Pertamina?, tentu dinilainya akan lebih besar karena dihitung dengan harga BBM industri yang jauh lebih mahal dengan harga solar sampai 20 ribu/liter. Silahkan anda kalikan sendiri.

Silahkan anda bayangkan jumlah kapal seluruh indonesia dengan berbagai variasi besar kecil. Mulai dari kapal Feri, kapal nelayan, kapal kargo, kapal tanker, kapal kontainer, kapal pesiar, kapal samudera, Kapal Tunda, Kapal Perang, dan kapal peti kemas, silahkan anda bayangkan lambung setiap kapal tersebut mulai dari yang kecil sampai lambung raksasa, dan kalikan dengan jumlah kapal diseluruh Indonesia, kemudian kalikan dengan potensi terkecil kebocoran, angakanya sangat fantastis.

Modus operandi bisnis minyak di laut oleh kapal-kapal perusahaan swasta jauh lebih banyak variasinya, hampir semua cerita terkait uang minyak atau ada yang pakai istilah uang kencing, para ABK dan kru kapal mengetahui cerita bisnis minyak ini. Silahkan tanya orang sekitar anda yang berprofesi sebagai pelaut.

Karena kondisi wilayaih Indonesia 70% laut, biasanya kapal-kapal ini melakukan transaksi dilautan kemudian dibawa ke daratan dengan sasaran industri pertambangan, apalagi sejak ratusan proyek startegis nasional (PSN) yang digenjot pembangunannya oleh pemerintah pusat, bisnis minyak ilegal kian hari semakin bertambah subur dan banyak menciptakan orang kaya baru, baik di pusat maupun di daerah.

Jadi sebenarnya, kebocoran kerugian negara dari minyak pertamina jauh lebih besar dari perhitungan Kejagung RI. Kalau kita lihat langkah Kejagung RI hanya menyasar level hulu, namun abai di level hilir terkait tata niaga distribusi BBM, maka kebocoran minyak di pertamina tidak akan pernah selesai.

Maka pertanyaan selanjutnya yang muncul dipikiran publik, jangan-jangan apa yang dilakukan oleh Kejagung RI saat ini, hanya operasi pergantian pemain di level penjaga lapak jualan, tapi penjualan dan distribusi sampai ke konsumen orangnya tetap sama, broker dan pembelinya tetap sama. Berarti komisaris, direksi dan dirut saja yang dipecat dan berganti, namun broker dan pembelinya tetap sama. Selama masih ada subsidi untuk minyak maka maka para pemain minyak akan tetap memainkan subsidi yang displit ke harga industri.

Hari ini, yang marah hanya konsumen kendaran langganan SPBU dan warung botolan pinggir jalan, tapi diam-diam pemain kelas kakap di industri minyak tetap tenang sembari ikut main-main politik praktis membiayai politisi lokal daerah untuk ikut pilkada, atau duduk santai tersenyum sambil minum wine mahal, menonton sketsa kemarahan konten kreator yang berpura pura jadi tukang ojek online yang mampir diwarung membeli bensin botolan.

Komentar