Salah Satu Pengacara di Kota Palopo Menilai Putusan MK Ugal Ugalan Mencederai Nilai Nilai Hukum

Opini1575 Dilihat

Palopo –Berkaitan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang putusan yang mengabulkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk calon wali kota dan wakil wali kota Palopo terkait kasus ijazah palsu. Salah satu Pengacara Kota Palopo, Baihaki, S.H menyampaikan analisis hukum dalam Kasus tersebut.”(25/2/25).

Dalam penjelasannya, Baihaki mengkritik keputusan MK yang dianggap melampaui kewenangannya dalam memutuskan produk negara, serta menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran pemilu, seperti penggelembungan suara atau manipulasi di setiap TPS, yang ditemukan selama proses pemilihan.

Pengacara tersebut menegaskan bahwa putusan MK ini seyogyanya mengarah pada sengketa hasil pemilu, namun MK dalam pertimbangan hukumnya fokus pada menjaga sistem yang jujur dan adil “ijazah bermasalah” MK seolah olah berkesimpulan itu mencidrai pemilu yang jujur dan adil. Sementara, pihak sekolah mengeluarkan ijazah mengakui, ke tidak jujuran pak trisal dimana sementara dia adalah bagian dari korban sistem pendidikan.

Ia menyampaikan pula keputusan MK mengabaikan fakta bahwa proses pemungutan suara dan rekapitulasi di tingkat berjenjang berjalan secara normal. Menurut Baihaki, MK harusnya mempertimbangkan niat buruk yang dilakukan oleh kontestan dalam kasus ini kan tidak ada niat buruk dari semua calon, namun tidak ada pertimbangan tersebut dalam putusan yang dikeluarkan yang mestinya menolak gugatan pemohon.

“Putusan MK ini melampaui kewenangan dalam memutuskan produk negara, dan tidak ada pelanggaran pemilu terkait penggelembungan suara atau manipulasi di TPS. Keputusan ini mengabaikan fakta bahwa proses pemungutan suara berjalan normal di tingkat berjenjang. MK seharusnya tidak terjebak dalam sengketa hasil pemilu”ijazah palsu” tetapi menjaga agar sistem tetap jujur dan adil.”Ujarnya.

Selanjutnya, Baihaki menyatakan bahwa kewenangan MK dalam memutuskan perkara ijazah sebagai pokok persoalan sangat keliru dan tidak berdasar. Ia berpendapat bahwa keputusan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, serta merampas hak dari Trisal Tahir, yang seharusnya mendapatkan perlindungan hukum. Baihaki pun menyarankan agar agar persyaratan ijazah ini dilakukan judicial review untuk menilai kembali dasar hukum yang digunakan oleh MK.

“Menjadikan ijazah sebagai pokok persoalan dalam kasus ini sangat keliru dan tidak berdasar, bahkan merampas hak Trisal Tahir. Ini bertentangan dengan UUD 1945, dan saya rasa perlu dilakukan judicial review terhadap keputusan ini.”Ujarnya.

Di akhir analisisnya, Baihaki mengungkapkan harapannya agar persyaratan ijazah dalam pencalonan kepala daerah dihapuskan. Menurutnya, partai politik sudah cukup selektif dalam mengusung calon kepala daerah, sehingga tidak perlu ada persyaratan ijazah sebagai syarat utama dalam pemilihan kepala daerah.

Baihaki menutup pernyataannya dengan menyatakan bahwa agar sistem demokrasi di Indonesia tetap berjalan secara transparan dan adil, perlu ada evaluasi mendalam terhadap keputusan-keputusan hukum yang berpotensi merugikan hak calon kepala daerah yang sah.

Komentar