OLEH: Rahmat Sharti (WAkil Ketua PP IPMAL)
OPINI – Wacana revolusi total Polri bukan sekadar retorika, melainkan tuntutan nyata dari publik yang semakin kritis terhadap wajah penegakan hukum di Indonesia. Harapan masyarakat terhadap kepolisian begitu besar: mereka ingin polisi yang berwibawa, profesional, transparan, dan humanis. Namun, fakta di lapangan menunjukkan adanya jurang antara harapan dan kenyataan. Kasus-kasus penyalahgunaan wewenang, praktik korupsi, diskriminasi dalam pelayanan, hingga dugaan keterlibatan oknum dalam kejahatan, telah mencederai kepercayaan publik.
Tragedi yang menimpa Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online berusia 21 tahun, menjadi luka baru dalam relasi antara rakyat dan aparat negara. Pada malam yang penuh ketegangan, di tengah ricuhnya aksi demonstrasi di sekitar DPR, sebuah kendaraan taktis Barracuda milik Brimob justru berubah menjadi mesin maut yang merenggut nyawa seorang anak bangsa. Affan, yang saat itu tengah mencari rezeki di jalanan ibu kota, tak pernah menyangka bahwa perjalanan terakhirnya akan berakhir di bawah roda rantis aparat.
Video amatir yang beredar luas menunjukkan dengan jelas bagaimana tubuh Affan terseret dan dilindas. Masyarakat terperanjat, publik murka, dan tagar perlawanan pun menggema di jagat maya. Polisi, melalui Kapolri dan Kapolda Metro Jaya, segera menyampaikan permintaan maaf, menjanjikan pengusutan tuntas, serta menanggung biaya pengobatan dan pemakaman. Namun, permintaan maaf tidak cukup meredam duka mendalam keluarga dan kekecewaan publik.
Keselamatan rakyat seharusnya menjadi prioritas utama dalam setiap operasi pengamanan. Bagaimana mungkin kendaraan sebesar dan seberat Barracuda bisa dibiarkan melaju di tengah kerumunan sipil? Bukankah setiap prosedur operasi harus mengutamakan asas proporsionalitas, profesionalitas, dan penghormatan pada hak asasi manusia?
Kasus Affan Kurniawan adalah pengingat keras bahwa aparat negara tidak boleh abai terhadap nilai kemanusiaan. Kematian seorang ojol bukan sekadar “insiden” yang bisa ditutup dengan permintaan maaf, melainkan alarm keras agar institusi kepolisian benar-benar melakukan revolusi internal. Karena tanpa perbaikan kultur, struktur, dan pengawasan, tragedi serupa akan berulang dengan nama-nama korban lain.
Affan telah tiada, tetapi kisahnya menjadi simbol. Simbol tentang rakyat kecil yang bekerja keras demi sesuap nasi, namun terenggut nyawanya oleh kelalaian aparat negara. Simbol tentang rapuhnya perlindungan hukum bagi warga sipil. Dan simbol tentang desakan publik agar Polri kembali ke jati dirinya: pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat,bukan momok yang menakutkan.









Komentar