Pemerintah Harus Berdiri Bersama Rakyat, Bukan Korporasi

Daerah79 Dilihat

Luwu utara – Kehadiran Wakil bupati dalam pembukaan kegiatan sosialisasi PT. Kalla Arebamma di kecamatan Rampi bisa dipersepsikan sebagai bentuk dukungan terhadap perusahaan tambang, meskipun secara formal hanya “membuka acara”. Hal ini berisiko menciptakan citra bahwa pemimpin daerah lebih berpihak pada investor dibanding pada masyarakat yang terdampak langsung oleh kegiatan tambang.

Kami menilai kehadiran Wakil Bupati dalam kegiatan pembukaan sosialisasi oleh perusahaan swasta bukan hanya keliru secara etika pemerintahan, tetapi juga menjadi preseden buruk dalam tata kelola kekuasaan yang berpihak pada investor, bukan rakyat. tindakan tersebut tidak mencerminkan keberpihakan kepada rakyat, serta bertentangan dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, partisipatif, dan berkeadilan.

Dalam konteks konflik kepentingan antara masyarakat dan korporasi, kehadiran kepala daerah dalam kegiatan sosialisasi tambang memberi kesan kuat bahwa pemerintah daerah telah berpihak pada investor, bukan menjadi pelindung kepentingan rakyat..

Sosialisasi yang dilakukan oleh PT. Kalla arebammma beberapa waktu lalu menuai protes dari masyarakat Rampi, hal tersebut dapat kita simpulkan bahwa sosialisasi dilakukan tanpa adanya konsultasi lebih dan persetujuan dari masyarakat sekitar. Semestinya pemerintah daerah berada di garda depan untuk memastikan bahwa semua pihak, terutama rakyat kecil, mendapat informasi yang berimbang dan kesempatan yang adil untuk menyampaikan pendapatnya.

“Sosialisasi pertambangan seharusnya dilandasi oleh proses konsultasi publik yang partisipatif dan menyeluruh. Hadirnya Wakil Bupati sebelum ada keputusan kolektif masyarakat lokal merupakan bentuk pemaksaan agenda dari atas (top-down), dan melemahkan prinsip demokrasi lokal”.

“Hal ini Berpotensi Melanggar Prinsip Netralitas, harusnya Seorang kepala daerah idealnya bersikap netral dan menjadi penengah antara rakyat dan investor. Kehadiran dalam kegiatan sosialisasi yang diselenggarakan oleh perusahaan swasta bisa dilihat sebagai bentuk keberpihakan yang melanggar prinsip tata kelola pemerintahan yang baik.”

Tambang, terutama tambang skala besar, sering kali menimbulkan dampak lingkungan yang serius. Hadirnya bupati dalam pembukaan sosialisasi tambang bisa ditafsirkan sebagai dukungan terhadap aktivitas yang berpotensi merusak ekosistem, tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang terhadap masyarakat dan alam.

Jika masyarakat lokal atau mahasiswa sudah menyuarakan penolakan terhadap tambang tersebut, kehadiran bupati bisa memperkuat kesan bahwa pemimpin tidak mendengar suara rakyat. Ini bisa memperlemah legitimasi politik dan sosial sang pemerintah di mata masyarakatnya sendiri.

Negara ini lahir dari rahim harapan rakyat—untuk menjamin kehidupan yang adil, bukan sekadar menjadi pelayan bagi pemilik modal. Ketika kekuasaan menjauh dari nurani dan berpaling kepada keuntungan, maka sesungguhnya ia telah kehilangan jiwa.

Tanah, air, dan udara bukanlah komoditas; ia adalah warisan leluhur dan titipan anak cucu. Ketika semua diukur dengan nilai tukar, bukan nilai kehidupan, maka kita sedang menuju zaman tanpa arah—di mana yang kuat semakin rakus, dan yang lemah semakin terpinggirkan.

Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami menolak ketika pembangunan justru menghancurkan yang paling hakiki dari kehidupan: keadilan, martabat, dan keberlanjutan.

Karena itu, dalam sunyi dan riuh, kami tetap akan bersuara. Dalam tekanan dan rayuan, kami tetap akan menjaga sikap. Sebab bagi kami, berdiri bersama rakyat adalah laku batin, bukan sekadar pilihan politik.

Komentar