Jakarta – Pembentukan Badan Pengelolaan Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) oleh Presiden Prabowo Subianto menuai sorotan. Badan ini dinilai berpotensi menjadi “badan super” karena disebut tidak dapat diperiksa oleh KPK atau diaudit oleh BPK, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang BUMN baru yang disahkan pada 4 Februari 2025.
Peneliti ICW, Wana Alamsyah, mengkhawatirkan ketentuan tersebut dapat melemahkan kewenangan lembaga pengawas keuangan negara. Namun, Kepala BPI Danantara, Rosan P. Roeslani, menegaskan bahwa badan ini tetap tunduk pada hukum. “KPK bisa memeriksa Danantara jika ada tindakan yang tidak patut atau kriminal,” ujarnya dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan, Senin (24/2).
Selain itu, Rosan menjelaskan bahwa BPK masih bisa mengaudit BPI Danantara dalam program yang menggunakan dana APBN. Ia juga menekankan adanya sistem pengawasan berlapis, termasuk Dewan Pengawas, Komite Audit, dan Komite Etik.
Sementara itu, Ketua KPK Setyo Budiyanto menyatakan kesiapan lembaganya untuk mendampingi BPI Danantara dalam pencegahan korupsi. “Sepanjang dikoordinasikan, kami pasti akan menindaklanjuti,” katanya.
Presiden Prabowo menyebut BPI Danantara sebagai sovereign wealth fund Indonesia dengan aset mencapai 900 miliar dolar AS (Rp14.600 triliun). Badan ini dipimpin oleh Rosan P. Roeslani sebagai CEO, didampingi Pandu Sjahrir dan Dony Oskaria. Menteri BUMN Erick Thohir ditunjuk sebagai Ketua Dewan Pengawas, dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebagai anggota.
Pembentukan badan ini menjadi langkah besar dalam pengelolaan investasi negara, tetapi tetap harus diawasi agar tidak terjadi penyimpangan.
Komentar