Menakar Peluang dan Ancaman Akses Data Pribadi oleh Pihak Asing, Kita Harus Waspada

Opini46 Dilihat

OLEH :  Muhammad Aynul Yaqin, (Mahasiswa Pascasarjana Program Studi Ekonomi Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Palopo).

OPINI: Belakangan ini saya mendengar berita riuh soal satu hal yaitu, data pribadi. Tanpa kita sadari, aktivitas kita di internet rupanya menyimpan banyak informasi penting. Mulai dari lokasi kita berada, apa yang kita cari, siapa yang kita hubungi, sampai kebiasaan kecil yang tampak sepele. Tapi siapa sangka, semua data itu bisa diakses oleh pihak asing. Ini bukan isu kecil. Ini soal bagaimana informasi tentang kita bisa digunakan tanpa sepengetahuan, apalagi izin dari kita atau negara kita.

Sebagian besar aplikasi yang kita pakai Google, Facebook, Instagram, WhatsApp, bahkan layanan penyimpanan cloud itu dimiliki perusahaan asing yg berbasis di Amerika. Hal yang paling mengejutkan, mereka tunduk pada hukum di sana, salah satunya bernama Cloud Act. Undang-undang ini memberi izin kepada pemerintah AS untuk meminta akses data dari perusahaan-perusahaan itu, walaupun data disimpan di negara lain, termasuk Indonesia. Kita tidak pernah diminta pendapat. Pemerintah kita pun tidak selalu tahu. Lalu data kita berpindah tangan begitu saja.

Sebagai warga negara, saya merasa hal ini sangat mengganggu. Bukan hanya karena soal pelanggaran privasi, tapi juga karena ini menandakan lemahnya posisi kita di dunia digital. Kita seperti tinggal di rumah kaca, terlihat jelas dari luar, tapi dan dapat diintai kapan saja.  Pengumpulan data dalam hal ini bisa berupa gambaran tentang perilaku masyarakat, kecenderungan politik, bahkan stabilitas nasional. Kalau jatuh ke tangan yang salah, risikonya bisa sangat besar.

Meskipun pemerintah Indonesia telah mengesahkan UU Perlindungan Data Pribadi pada tahun 2022. Tapi terus terang, saya belum melihat dampak nyatanya. Dimana kalau kita melihat realitas hari ini perusahaan digital asing tetap mendominasi ruang hidup kita, sementara aturan soal di mana data disimpan dan siapa yang boleh mengaksesnya masih sangat longgar. Berdasarkan kondisi tersebut tentu kita butuh lebih dari sekadar undang-undang, yang dibutuhkan saat ini adalah kemauan politik yang kuat untuk melindungi data masyarakat. Jangan sampai UU yang fibuat hanya dijadikan sebagai pajangan, tapi pada penerapan nya  tetap lemah dalam hal memberikan perlindungan.

Tentu, saya tidak menolak teknologi asing sepenuhnya. Karena kita tidak bisa menafikkan bahwa kita ink hidup di zaman digital, dan kita memang butuh inovasi agar tidak tertinggal. Tapi saya juga yakin, kita bisa cerdas memilah mana yang perlu kita kendalikan dan kita harus dorong hadirnya layanan digital  yang lebih aman kedepan. Kalau semua urusan kita dari pesan pribadi sampai transaksi keuangan dapat diidentifikasi pihak asing, apakah kita benar-benar merdeka di dunia maya?, saya rasa mayoritas diantara kita menjawab “Tidak”.

Tapi saya tetap percaya tentu masyarakat punya peran penting dalam isu ini. Kita tidak mesyi  menunggu pemerintah dulu melainkan kita sebagai masyarakat yang sadar akan hal ini turut aktif menyuarakan dan mendorong pemangku kepentingan untuk bertindak dan memberikan solusi. Selain itu, kita juga bisa mulai dari hal kecil, dengan lebih teliti saat mengunduh aplikasi/website dan lain sebagainya, pikir dua kali sebelum membagikan data pribadi, serta belajar tentang bagaimana data kita bisa disalahgunakan. Kesadaran ini harus tumbuh dari bawah. Karena pada akhirnya, persoalqn data pribadi ini bukan cuma milik kita secara individu, tapi juga bagian dari identitas dan martabat bangsa.

Kesimpulan

Akses data pribadi oleh pihak asing bukan cuma isu hukum atau teknologi. Ini adalah peringatan bahwa Indonesia belum sepenuhnya berdaulat di era digital. Kita harus jujur dalam menakar, ada peluang untuk tumbuh lewat teknologi, tapi juga ada ancaman besar jika kita lengah. Maka dari itu sudah saatnya kita bersikap, pemerintah harus berani melindungi warganya, masyarakat harus lebih kritis, dan kita semua harus paham bahwa data adalah aset strategis bangsa. Jangan sampai kedaulatan digital jadi harga  yang harus kita bayar karena terlalu nyaman dan lalai dalam memanfaatkan teknologi asing.

 

 

Komentar