PENULIS: Andi Syahrul
(Ketua Komisariat HMI IAIN Palopo)
OPINI: Hidup lagi capek-capeknya malah di perlihatkan situasi mahasiswa di IAIN Palopo yang begitu menggelitik, bayangkan saja di tengah hiruk-pikuk pesta demokrasi Pilkada 2024, ada sebuah fenomena menarik terjadi di lingkungan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo yang memperlihatkan dinamika politik kampus yang cukup menggelitik.
Melalui rangkaian peristiwa yang baru saja terjadi menunjukkan bagaimana ruang akademik bisa menjadi arena kontestasi kepentingan yang kadang menghadirkan situasi paradoksal.
Kronologinya dapat dimulai dari rencana kampanye dialogis yang akan diselenggarakan oleh salah satu kandidat calon bupati di kampus IAIN Palopo. Sebuah format kampanye yang sebenarnya lazim dilakukan di lingkungan akademik sebagai bagian dari pendidikan politik. Hanya saja ada hal menarik melalui respons berantai yang muncul setelahnya.
Bagaimana tidak, berselang pengumuman akan diadakannya kegiatan tersebut, sekelompok mahasiswa yang diduga memiliki kedekatan dengan rektor IAIN Palopo tiba-tiba memunculkan flyer penyewaan Gedung Auditorium IAIN Palopo, tempat yang sama di mana akan digunakan untuk kampanye dialogis tersebut. Timing yang terlalu Coincidental ini tentu mengundang tanya.
Belum selesai sampai di situ, muncul kelompok ketiga yang menamakan diri sebagai “Aliansi Mahasiswa Resah” yang membuat flyer penolakan terhadap kampanye dialogis tersebut. Mereka mendasarkan argumentasi pada Putusan MK 65/PUU-XXI/2023 dan PKPU No. 13 tahun 2024.
Situasi ini menghadirkan beberapa ironi yang menggelitik dan menarik untuk dicermati:
1. Ironi Keterbukaan Akademik Kampus sebagai ruang diskusi dan pertukaran gagasan justru mengalami pembatasan melalui manipulasi administratif berupa sosialisasi “Penyewaan Mendadak” gedung.
2. Ironi Penggunaan Regulasi Aliansi Mahasiswa Resah menggunakan Putusan MK dan PKPU sebagai dasar penolakan, padahal regulasi tersebut perlu dikaji lebih dalam konteksnya dengan kampanye dialogis di lingkungan akademik.
3. Ironi Independensi Mahasiswa Gerakan mahasiswa yang seharusnya independen justru terkesan terkooptasi oleh kepentingan-kepentingan tertentu.
Berangkat Fenomena lucu ini memberikan beberapa pembelajaran penting diantaranya penting untuk menjaga independensi kampus sebagai ruang akademik, perlunya pemahaman komprehensif tentang regulasi pemilu dan kontekstualisasinya, dan urgensi menjaga gerakan mahasiswa dari kepentingan politik praktis.
Terakhir rangkaian peristiwa yang terjadi di IAIN Palopo baru-baru ini menggambarkan bagaimana dinamika politik dapat menciptakan situasi yang ironis sekaligus menggelitik.
Tiga kelompok yang muncul dengan naratif berbeda menunjukkan kompleksitas politik kampus yang kadang mengabaikan esensi kampus sebagai ruang akademik dan diskusi.