LUWU – Masyarakat Rante Balla digemparkan oleh tindakan PT. MASMINDO DWI AREA (MDA) yang melakukan eksekusi lahan pertanian warga. Kasus ini semakin kontroversial karena sebagian besar lahan yang dieksekusi masih menjadi objek sengketa di Pengadilan Negeri Belopa dalam perkara perdata No: 16/Pdt.G/2024/PN.Blp, yang hingga kini belum memperoleh keputusan final.
Menurut hukum, perintah pengosongan lahan harus dikeluarkan oleh pengadilan yang telah memutus perkara dengan kekuatan hukum tetap. Namun, PT. MDA, sebagai perusahaan swasta, tidak memiliki wewenang untuk mengeluarkan perintah hukum semacam itu. Oleh karena itu, tindakan pengosongan lahan yang dilakukan oleh PT. MDA dinilai tidak sah oleh banyak pihak, termasuk Pengurus Pusat Ikatan Pemuda Mahasiswa Luwu (PP-IPMAL).
Kabid Advokasi PP-IPMAL menyatakan bahwa perintah yang dikeluarkan PT. MDA tidak memiliki dasar hukum, sehingga tidak ada kewajiban bagi warga untuk mematuhinya. Bahkan, ia menyebut tindakan tersebut sebagai ancaman yang melawan hukum, dengan mengingat bahwa PT. MDA dapat menggunakan kekuasaan untuk memaksakan keinginannya.
Ketua PP-IPMAL, Abd. Hafid, juga memberikan pandangan terkait situasi ini. Menurutnya, para petani yang lahannya dieksekusi adalah individu-individu yang bermoral tinggi dan memiliki kecintaan terhadap kebebasan. “Ketika kekuatan penindasan datang untuk mempertahankan kepentingan yang bertentangan dengan hukum, perdamaian dianggap telah rusak,” ujar Abd. Hafid.
Masyarakat kini menanti langkah lanjutan dari pihak berwenang, serta berharap agar kasus ini segera diselesaikan secara hukum demi menjaga hak-hak warga yang terancam oleh tindakan sepihak PT. MDA.