PENULIS :Abd Azis A
OPINI – Dalam pusaran modernitas yang kian menjauhkan manusia dari nilai-nilai spiritual dan alamiah, sufisme (tasawuf) hadir sebagai jembatan reflektif untuk mengembalikan kesadaran keberadaan manusia dalam satu kesatuan ontologis: Tuhan, Alam, dan Diri. Tema “Kita Bersama Alam dan Tuhan” tidak sekadar menjadi narasi teologis, melainkan panggilan mendalam untuk membangun etika spiritual-ekologis berdasarkan nilai-nilai tasawuf yang universal dan inklusif.
Syariat sebagai Fondasi Harmoni Semesta
Syariat dalam Islam bukan hanya seperangkat hukum ritual, tetapi juga merupakan landasan normatif yang mengatur seluruh aspek kehidupan, termasuk relasi transendental (hablum minAllah), sosial (hablum minaNas), dan ekologis (hablum minal ‘Alam). Dalam perspektif ini, manusia bukanlah penguasa absolut atas bumi, melainkan khalifah—wakil Tuhan yang diberi amanah untuk menjaga, melestarikan, dan menyeimbangkan ekosistem. Paradigma ini memposisikan manusia dalam tanggung jawab etis dan spiritual terhadap ciptaan Tuhan lainnya, termasuk alam semesta.
Alam: Tajalli Ilahi dan Mitra Spiritualitas
Tasawuf melihat alam bukan sekadar objek material untuk dieksploitasi, melainkan sebagai Tajalli Ilahi—manifestasi dari sifat-sifat Tuhan. Alam bukanlah benda mati, melainkan makhluk yang hidup dan bertasbih, sebagaimana ditegaskan dalam [QS. Al-Isra: 44]. Gunung, angin, pepohonan, bahkan bebatuan memiliki kesadaran spiritual. Mereka adalah bagian dari kosmos yang sakral, tempat di mana kemuliaan dan kehadiran Ilahi termanifestasi. Dalam terminologi Ibn Arabi, alam adalah Al-Kitab al-Manshur (kitab yang terbentang), sedangkan Al-Qur’an adalah Al-Kitab al-Mastur (kitab tertulis); keduanya saling melengkapi sebagai sumber hikmah dan pembimbing perjalanan spiritual manusia.
Ukhuwah Ekologis: Relasi Spiritual dengan Alam
Sufisme tidak hanya mengajarkan cinta terhadap sesama manusia, tetapi juga cinta terhadap alam sebagai bagian integral dari ukhuwah wujudiyah—persaudaraan eksistensial. Dalam kerangka ini, relasi manusia dengan alam bukanlah hubungan vertikal-kuasa, tetapi horizontal-kolaboratif. Manusia tidak berdiri di atas alam, melainkan berdampingan sebagai makhluk yang sama-sama berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada-Nya. Eksploitasi dan perusakan lingkungan merupakan bentuk pengingkaran terhadap amanah Ilahi dan pengkhianatan terhadap nilai-nilai spiritualitas ekologis.
Tasawuf dan Kosmologi Cinta
Tasawuf memandang seluruh kehidupan sebagai gerak dari dan menuju Tuhan—min Allah ila Allah. Tuhan bukan hanya Sang Pencipta yang jauh, melainkan al-Qarib—yang lebih dekat dari urat leher manusia ([QS. Qaf: 16]). Dalam puncak pemahaman sufi, sebagaimana dijelaskan oleh Mulla Sadra dan Ibn ‘Arabi, Tuhan adalah al-Haqq (Wujud Sejati), sedangkan makhluk hanya manifestasi-Nya. Hubungan ini adalah relasi cinta (mahabbah), bukan hanya kepatuhan. Maka, menjaga alam bukan hanya tugas ekologis, melainkan ekspresi cinta terhadap Tuhan.
Menuju Etika Ekospiritual
Krisis lingkungan global dewasa ini tidak hanya lahir dari kesalahan teknis, tetapi dari keretakan relasi spiritual antara manusia, alam, dan Tuhan. Dalam perspektif tasawuf, pemulihan lingkungan memerlukan rekonstruksi batin manusia melalui tazkiyah (penyucian jiwa), fana’ (meleburkan ego), dan kesadaran akan kesatuan wujud (wahdat al-wujud). Ekologi tidak dapat dibangun tanpa spiritualitas. Dan spiritualitas tidak bermakna tanpa apresiasi terhadap keberadaan alam sebagai perpanjangan wujud Ilahi.
Penutup: Jalan Cinta Menuju Kesatuan
Akhirnya, tema “Kita Bersama Alam dan Tuhan” adalah ajakan menuju keutuhan makna hidup yang melampaui sekat antara dunia dan akhirat, antara material dan spiritual. Tasawuf membimbing manusia untuk memahami bahwa segala ciptaan berasal dari Tuhan, hidup dalam Tuhan, dan kembali kepada Tuhan. Maka, setiap daun yang gugur, setiap aliran sungai, dan setiap hembusan angin adalah ayat-ayat yang berbicara tentang kehadiran-Nya. Menyatu dengan alam adalah menyatu dengan Tuhan; mencintai alam adalah mencintai-Nya. Di tengah krisis kemanusiaan dan lingkungan, tasawuf menawarkan jalan kembali -jalan cinta, kesadaran, dan adab.
Komentar