Keluarga Korban Pertanyakan Kejanggalan Proses Hukum Kasus Pengejaran Motor di Palopo, Dua Berkas Tersangka Dikembalikan Jaksa

Hukrim4490 Dilihat

PALOPO – Kasus pengejaran dua motor yang berujung tragis di Kota Palopo terus menjadi sorotan publik. Kuasa hukum korban, Lukman S. Wahid, menyoroti adanya kejanggalan dalam proses hukum yang kini tengah bergulir di Pengadilan Negeri Palopo.

Peristiwa ini bermula ketika Muh Qalfi Pradita Hasyim, warga RSS Balandai, terlibat kecelakaan di Jalan DR Ratulangi, Poros Kelurahan Rampoang, Kecamatan Bara, Kota Palopo, pada Jumat (1/12/2023) sekitar pukul 22.15 WITA. Menurut Lukman, korban saat itu sedang melarikan diri karena diancam enam orang pemuda tak dikenal.

“Korban bukan sedang balapan atau melakukan pelanggaran, melainkan berusaha menyelamatkan diri karena dikejar oleh enam orang pelaku,” ujar Lukman saat dikonfirmasi, Jumat (18/10/2025).

Lukman menjelaskan, terdapat dua motor yang terlibat dalam aksi pengejaran tersebut, masing-masing berboncengan tiga orang.
Pada motor pertama, tiga pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. Dua di antaranya telah divonis Pengadilan Negeri Palopo, sementara satu pelaku lainnya masih berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang).

“Motor pertama sudah jelas, tiga orang ditersangkakan, satu buron, dan dua sudah divonis oleh pengadilan,” jelasnya.

Namun, kejanggalan muncul pada motor kedua, yang juga berboncengan tiga orang. Meski status dan perbuatannya dinilai serupa dengan pelaku di motor pertama, dua berkas perkara atas inisial M dan A justru dikembalikan oleh pihak Kejaksaan.

“Yang jadi pertanyaan keluarga korban, kenapa dua berkas dari motor kedua dikembalikan, padahal perbuatannya sama. Seharusnya semua diproses secara setara,” tegas Lukman.

Ia menambahkan, dalam kasus ini terdapat enam orang tersangka, terdiri dari tiga pelaku dewasa dan tiga pelaku di bawah umur, sementara korban sendiri juga masih berusia di bawah umur.

Menurutnya, aparat penegak hukum seharusnya menerapkan dua pasal utama, yaitu Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan, serta Undang-Undang Darurat tentang kepemilikan senjata tajam, sebab terdapat indikasi bahwa satu kelompok melakukan pengejaran, sementara kelompok lainnya menghalangi upaya pertolongan terhadap korban.

“Perbedaan waktu kejadian hanya tujuh detik antara kedua motor tersebut, tapi mengapa perlakuan hukumnya berbeda? Ini yang kami nilai janggal,” pungkas Lukman.

Keluarga korban berharap agar proses hukum ini berjalan secara adil, transparan, dan tidak tebang pilih, baik terhadap pelaku di motor pertama maupun motor kedua. Mereka menilai, keadilan harus ditegakkan tanpa pandang bulu demi memberikan kepastian hukum bagi korban dan keluarganya.

Komentar