Penulis : Ahmad Hisyam S.
OPINI – Dalam beberapa tahun terakhir, dunia pendidikan global mengalami transformasi besar dengan hadirnya kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT, Google Gemini, dan platform serupa yang digunakan dalam proses pembelajaran. Kehadiran AI ini membuka peluang dan tantangan baru dalam pembelajaran.
AI ini Jika dimanfaatkan dengan baik maka akan memberikan peluang besar seperti akses informasi cepat, bimbingan personal, dan peningkatan pengembangan diri. Disisi lain, kehadiran AI ini menimbulkan kekhawatiran akan penyalahgunaan, ketergantungan berlebih yang bisa melumpuhkan nalar kritis generasi kedepannya karena sesuatu yang instan. Sehingga, Menomena ini menimbulkan pertanyaan besar Apakah dunia pendidikan Indonesia siap menghadapi gelombang teknologi ini secara bijak, adil, dan bertanggung jawab?
Kontribusi AI jika dimanfaatkan dengan baik dapat membuka berbagai peluang dalam dunia pendidikan. Pertama, melalui pembelajaran yang dipersonalisasi, kemampuan AI dalam mengidentifikasi dapat memberikan penyesuaian kebutuhan pembelajaran siswa seperti yang diterapkan Ruangguru lewat fitur adaptif berbasis AI.
Kedua, AI meningkatkan efisiensi evaluasi dan administrasi dengan keberadaan ini dapat meringankan dan memudahkan pekerjaan seperti otomatisasi koreksi tugas, pembuatan soal, dan pengelolaan data siswa. Ketiga, AI mendukung inklusi dan pendidikan jarak jauh, keberadaan AI juga sangat bermanfaat bagi siswa yang sulit belajar karena terpaut jarak yang jauh dengan tetap mendapatkan pembelajaran yang baik dan produktif dengan memanfaatkan fitur AI. Dan juga melalui menyediakan akses konten belajar kapan pun dibutuhkan.
Dibalik manfaatnya, penggunaan AI dalam pendidikan juga memunculkan berbagai ancaman dan tantangan besar. Pertama, plagiarisme dan kejujuran akademik menjadi masalah penting jika siswa hanya mengandalkan sesatu yang instan dengan bantuan AI tanpa memahami isi materi, yang bisa menurunkan daya kritis dan kemandirian belajar siswa. Kedua, privasi dan keamanan data keadaan ini sulit dikontrol karena ketidakjelasan perlindungan dan keamanan data.
Ketiga, kesenjangan akses teknologi semakin meluas ketimpangan yang terjadi karena hanya sekolah-sekolah tertentu yang dapat menggunakan AI secara mengoptimal, sementara sekolah di pelosok tertinggal.
Penerapan AI harus diimbangi dengan pemahaman etika digital sejak dini, agar dapat menggunakan AI dengan bijak bila perlu edukasi bijak menggunakan digital dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Pengawasan ini perlu melibatkan berbagai elemen seperti guru, orang tua dan pemerintah dalam mengatur regulasi yang mengawasi penggunaan AI secara bijak dan tetap aman serta bertanggung jawab.
AI bukanlah ancaman, melainkan alat yang dikendalikan. Jika digunakan dalam hal positif maka akan menghasilkan kebermanfaatan, jika digunakan dalam hal negative maka akan menghasilkan dampak buruk. Sehingga perlunya menanamkan etika digital agar AI benar-benar memperkuat nilai-nilai pendidikan, bukan menghancurkannya.
Komentar