Jakarta – Rencana pemerintah untuk memberikan kewenangan kepada perguruan tinggi dalam pengelolaan tambang mendapat penolakan keras dari berbagai elemen mahasiswa. Salah satu yang menyatakan sikap tegas adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (SEMA PTKIN), yang menolak kebijakan tersebut dengan alasan bahwa hal itu bertentangan dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Dalam pernyataan resminya, Korpus SEMA PTKIN menilai bahwa fokus utama perguruan tinggi seharusnya adalah pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, bukan terlibat dalam eksploitasi sumber daya alam yang berpotensi merusak lingkungan dan nilai akademik.
“Kampus adalah ruang akademik yang seharusnya menjadi pusat inovasi dan pendidikan, bukan ladang bisnis yang berorientasi pada keuntungan semata. Dengan memberikan kewenangan pengelolaan tambang kepada kampus, maka idealisme Tri Dharma Perguruan Tinggi akan tergadaikan,” ujar Ach Musthafa Roja’ selaku Korpus SEMA PTKIN.
Pun tekait masalah ini ditanggapi pula oleh Farhan Mubina Selaku Koordinator Bidang Advokasi SEMA PTKIN menurutnya
“Perguruan tinggi didirikan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, menciptakan inovasi, dan memberikan kontribusi kepada masyarakat. Bukan untuk menjadi pelaku bisnis di sektor tambang yang penuh dengan risiko lingkungan, konflik sosial, dan orientasi komersial,” tegas Farhan Mubina
• Alasan Penolakan
Menurut Farhan, meskipun argumen seperti peningkatan kualitas pendidikan dan kesejahteraan kampus terdengar menarik, implementasi usulan ini dapat membawa dampak negatif yang jauh lebih besar. Salah satu yang ia soroti adalah potensi hilangnya independensi perguruan tinggi.
“Jika perguruan tinggi terlibat langsung dalam aktivitas tambang, maka akan sangat sulit bagi institusi tersebut untuk tetap independen dalam melakukan riset atau memberikan kajian kritis terhadap dampak eksploitasi sumber daya alam. Ini adalah konflik kepentingan yang jelas,” jelasnya. Ia juga menambahkan bahwa pengelolaan tambang bukanlah jalan keluar untuk mencapai kemandirian kampus. “Ada banyak cara lain untuk mendukung kesejahteraan kampus tanpa harus menjadikan institusi pendidikan tinggi sebagai pelaku bisnis tambang,” tambah Farhan.
• Risiko Lingkungan dan Sosial
Selain isu independensi, Farhan juga mengingatkan risiko besar dari sektor tambang terhadap lingkungan dan masyarakat. “Tambang selalu identik dengan eksploitasi, kerusakan lingkungan, dan konflik sosial. Bayangkan jika perguruan tinggi yang seharusnya menjadi agen perubahan justru terlibat langsung dalam aktivitas seperti ini,” tuturnya.
Menurut studi yang dikutip Farhan, aktivitas tambang sering kali menimbulkan masalah seperti degradasi lingkungan, perampasan lahan, hingga konflik dengan masyarakat lokal. “Perguruan tinggi akan sulit mempertahankan citranya sebagai institusi moral jika menjadi bagian dari aktivitas yang merugikan masyarakat dan lingkungan,” tambahnya.
• Alternatif Solusi
Farhan mengusulkan agar perguruan tinggi lebih fokus pada pengembangan riset dan inovasi yang memberikan dampak nyata bagi masyarakat “Jika kemandirian finansial menjadi masalah, seharusnya negara harus hadir dan berperan dalam persoalan pendidikan termasuk pada permasalahan finansial. Tapi pada persoalan solusi, terdapat banyak sekali solusi guna menjawab persoalan itu tanpa harus perguruan tinggi terjun mengelola tambang,” katanya.
Menurut SEMA PTKIN, rencana ini juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan di dalam institusi pendidikan, serta merusak citra perguruan tinggi sebagai lembaga independen yang berfungsi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Komentar