Buku Banyak, Pakar Sedikit: Miskinnya Tradisi Membaca Sintopikal di Era Informasi Instan

Opini130 Dilihat

Penulis :Ahmad Hisam Sa’roni

OPINI: Ledakan Informasi di Era Digital: Saat ini, arus informasi kian kencang membanjiri kanal-kanal media sosial yang tak henti-hentinya. Diperkirakan setiap menitnya lebih dari 3.000 buku diterbitkan, 300 miliar email terkirim diinternet setiap harinya dan ribuan jurnal ilmiah diterbitkan setiap minggu di seluruh dunia. Informasi melimpah, tapi apakah semua orang jadi lebih pintar?

Ironi: Banyak Buku, Sedikit Pakar
Dibalik banyaknya buku dan informasi yang bertebaran, ada fakta menarik yang menunjukkan bahwa dari sekian banyak pembaca dengan jumlah bacaan yang melimpah akan tetapi, jumlah intelektual atau pakar justru masih difase stagnan atau masih sangat kurang. Hal ini disebabkan tingkat literasi fungsional (kemampuan memahami bacaan secara mendalam) masih tergolong rendah. Banyak orang yang gemar membaca, tapi dalam menerapkan gaya sintopikal menjadi ide orisinal dan inovatif masih sedikit.

Contoh Kasus: Generasi Skimming
Fenomena yang beragam dalam kasus literasi menjadi problem yang serius dan besar dalam meningkatkan SDM terkhusus di Indonesia sebagai contoh “generasi skimming” (Membaca Cepat Tanpa Pemahaman Mendalam). Di Indonesia, survei UNESCO memberikan data bahwa rata-rata minat baca masyarakat hanya kisaran 0,001 artinya, hanya 1 dari 1.000 orang yang benar-benar gemar membaca buku secara serius. Kebanyakan hanya tertarik membaca sampul dan singkasan buku dan kurang mendalami ataupun membaca lintas referensi agar mengetahui makna mendalam.

Masalah: Hilangnya Tradisi Sintopikal
Di sinilah letak kurangnya yang menjadi point utama. Gaya membaca sintopikal membaca lintas sumber lalu memahami dan menyusun pemahaman orisinal dan inovatif dari Kesimpulan beberapa sumber jarang dilakukan. Orang lebih suka membaca cepat untuk konsumsi instan, bukan malah untuk melatih daya kritis dan membangun argumen yang kreatif. Hasilnya? Informasi banyak, pemahaman tumpul.

Tantangan: Kembali ke Tradisi Membaca Serius
Tantangan saat ini bukan lagi terletak pada kuantitas informasi, tapi kurangnya kualitas pembaca dengan mode serius atau dengan gaya sintopikal. Agar dapat melahirkan generasi yang ahli dalam suatu bidang dengan penguasaan mendalam. Sehingga, perlu Kembali membangun budaya membaca serius gaya sintopikal, bukan sekadar mencari informasi cepat instan. Menaggapi arus informasi dengan kualitas nalar kritis dan mendalam agar tidak mudah ikut arus yang kurang jelas keorisinilan informasi.

Kesimpulan
Banyaknya bacaan bukan jaminan lahirnya kedalaman berpikir. Sebab, cara membaca yang tepat mempengaruhi informasi yang diserap apakah hanya sekedar lewat atau diterima secara kritis dan mendalam.

Di sinilah pentingnya tradisi membaca sintopikal yakni membaca beberapa buku dengan tema serupa, membandingkan sudut pandang merupakan jembatan penting dari sekadar pembaca menjadi pemikir sejati, karena di sinilah proses sintesis, refleksi, dan pembentukan ide orisinal.

Mari kita mulai membiasakan membaca dengan sintopikal. Bukan sekadar membaca cepat namun minim kualitas. Akan tetapi, membangun budaya membaca lintas buku dengan perspektif dalam satu tema. Untuk menghasilkan pemahaman mendalam dengan Tingkat kualitas terbaik dan benar-benar memahami. Karena DI ERA INFORMASI INSTAN, MEMBACA DENGAN DALAM ADALAH BENTUK PERLAWANAN PALING BIJAK.

Komentar