Banyak Pedagang Arab Datang ke Indonesia untuk Mencari Tanaman yang Disebut dalam Al-Qur’an

Budaya60 Dilihat

Jakarta – Banyak orang Arab berkunjung ke Indonesia untuk mencari tanaman yang disebut dalam Al-Qur’an, yaitu kapur barus atau kamper. Dalam Surat Al-Insan ayat 5, Allah menjanjikan bahwa orang-orang yang berbuat kebajikan akan minum dari air yang bercampur dengan kafur. Para ulama menafsirkan bahwa kafur yang dimaksud merujuk pada tanaman kamper, yang dalam bahasa Latin dikenal sebagai Dryobalanops aromatica. Tanaman ini berbeda dari kapur barus sintetis yang banyak digunakan saat ini, karena memiliki aroma khas, berkhasiat untuk kesehatan, dan dapat dikonsumsi.

Namun, karena tanaman kamper bukan berasal dari wilayah Arab, masyarakat di sana mengalami kesulitan untuk mendapatkannya. Oleh sebab itu, para pedagang Arab berupaya mencari sumbernya dengan melakukan perjalanan jauh. Dari waktu ke waktu, mereka akhirnya menemukan bahwa pusat tanaman kamper berada di Indonesia, tepatnya di Sumatera, dalam sebuah daerah yang kini dikenal sebagai Barus.

Sejarah mencatat bahwa sejak lama Barus telah menjadi pusat perdagangan kapur barus. Pada abad ke-10, seorang pedagang Arab bernama Ibn Al-Faqih mencatat bahwa Fansur (nama lama Barus) merupakan daerah yang menghasilkan berbagai komoditas, termasuk kapur barus, cengkih, pala, dan kayu cendana. Selain itu, seorang ahli geografi pada abad ke-13, Ibn Sa’id al-Maghribi, juga menjelaskan bahwa wilayah Fansur merupakan penghasil kapur barus terbaik. Bahkan, pada abad ke-1 Masehi, seorang ilmuwan Romawi bernama Ptolemy telah menyebutkan keberadaan Barus.

Karena tingginya permintaan akan kapur barus berkualitas dari Barus, banyak pedagang Arab melakukan pelayaran ke Sumatera dengan melewati Teluk Persia dan Sri Lanka. Mereka membawa kapal berukuran besar untuk mengangkut kapur barus, yang kemudian dijual dengan harga tinggi di pasar internasional. Seiring berjalannya waktu, kapur barus asal Barus semakin dikenal dan dianggap lebih unggul dibandingkan yang berasal dari Malaya maupun Kalimantan. Hal ini menjadikan Barus sebagai pelabuhan utama dalam perdagangan kapur barus di kawasan Sumatera.

Selain berdagang, para pedagang Arab juga turut membawa ajaran Islam. Barus menjadi salah satu daerah awal masuknya Islam ke Nusantara, selain Thobri (Lamri) dan Haru. Bukti awal keberadaan Islam di Barus dapat ditemukan pada kompleks makam kuno Mahligai, yang memiliki nisan bertuliskan abad ke-7 Masehi.

Meskipun terdapat berbagai perdebatan mengenai teori masuknya Islam ke Indonesia, tidak dapat disangkal bahwa interaksi perdagangan antara dunia Arab dan Nusantara memiliki peran besar dalam penyebaran Islam. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia telah menjadi bagian dari jaringan perdagangan internasional sejak zaman dahulu.

Komentar