PMII ber-NU Sejak Dari Bawah!

Opini58 Dilihat

Oleh : Rahmat Demta Alfarabi (Kader PMII Kota Bengkulu)

OPINI: Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir pada 17 April 1960, berawal dari keinginan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (NU) untuk memiliki wadah belajar dan berakivitas sendiri, sehingga terpisah dari Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Restu dari Ketua Umum PBNU dan para kyai menjadi penanda awal PMII sebagai bagian tak terpisahkan dari keluarga Nahdlatul Ulama.

Esensi PMII adalah tempat belajar dan mengamalkan ilmu, sesuai dengan tujuan PMII,  terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada Aallah Swt, berbudi luhur, berilmu, cakap, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya, serta berkomitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

Meskipun pada tahun 1972 PMII memutuskan independensi struktural dari NU untuk kedewasaan dan kedinamisan organisasi, serta agar bisa bergabung dengan kelompok Cipayung, ikatan nilai-nilai Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja) tetap mengakar kuat. Independensi ini bukan berarti melepaskan diri sepenuhnya, melainkan menegaskan bahwa ideologi Aswaja di NU dan PMII adalah sama, mencakup akidah, fikih, tasawuf, serta prinsip-prinsip seperti tawasuth (moderat), tasamuh (toleran), tawazun (seimbang), ta’adul (adil), dan amar ma’ruf nahi munkar. Nilai-nilai Aswaja ini diajarkan dan diimplementasikan secara fundamental dalam PMII.

Fenomena klaim “Saya NU” dari berbagai organisasi eksternal kampus menunjukkan betapa besarnya NU saat ini. Namun, klaim tersebut seharusnya tidak hanya di mulut, melainkan dibuktikan dengan pengamalan nilai-nilai Aswaja dalam kehidupan sehari-hari. Di sinilah letak keunggulan PMII, sejak awal berproses, kader PMII sudah menginternalisasi nilai-nilai NU seperti tawasuth, tasamuh, tawazun, ta’adul, dan amar ma’ruf nahi munkar.

Kader PMII mempelajari NU “sejak dari bawah” mereka, menjadikan ajaran dan nilai-nilai tersebut tak terpisahkan dari identitas PMII. Oleh karena itu, meskipun ada kekhawatiran marginalisasi struktural di tubuh NU, sejatinya tolak ukur ke-NU-an yang hakiki adalah penerapan nilai-nilai Aswaja dalam kehidupan. Kader PMII, dengan pemahaman NU yang mendalam sejak awal, sangat mampu dan sesuai untuk membantu mengembangkan paradigma di tubuh NU ke depannya, baik di banom seperti GP Ansor,dll  maupun di struktur pengurus NU lainnya.

Komentar