Luwu, Sulawesi Selatan — Masyarakat Desa Tandung, yang merupakan bagian dari wilayah adat Kedatuan Luwu, dengan tegas menyatakan penolakan terhadap rencana pembangunan Bendungan Sungai Rongkong. Bendungan yang dirancang memiliki tinggi sekitar 108 meter ini dinilai akan memberikan dampak serius terhadap lingkungan, mata pencaharian, dan keberlangsungan hidup masyarakat setempat.
Penolakan ini disampaikan secara resmi dalam pertemuan konsolidasi yang melibatkan Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), tokoh adat, tokoh agama, tokoh pemuda, serta seluruh elemen masyarakat Desa Tandung. Dalam pertemuan tersebut, masyarakat secara kolektif menandatangani pernyataan sikap penolakan pembangunan bendungan.
“Pembangunan bendungan ini akan mengancam keberlangsungan hidup kami. Kami akan kehilangan lahan pertanian yang selama ini menjadi mata pencaharian utama, dan ini berpotensi memiskinkan masyarakat,” tegas Muhammad Rajab, penanggung jawab aksi penolakan, dalam keterangannya pada Selasa (6/5/2025).
Menurut Rajab, Desa Tandung telah dihuni secara turun-temurun oleh masyarakat adat yang hidup dalam damai dan memiliki ikatan kuat dengan alam sekitarnya. Desa ini juga merupakan bagian sah dari wilayah Kedatuan Pajung Luwu, yang secara historis dan budaya memiliki struktur adat yang diakui melalui pemberian gelar Tomakaka serta pembentukan pemangku adat oleh Pajung Luwu sejak tahun 1954.
Masyarakat khawatir bahwa pembangunan bendungan akan mengakibatkan hilangnya ratusan hektare hutan yang selama ini menjadi penyangga kehidupan lingkungan. Mereka menilai dampak dari proyek ini tidak hanya akan dirasakan oleh manusia, tetapi juga akan mengancam habitat flora dan fauna, mempercepat perubahan iklim, serta menurunkan kadar oksigen di wilayah tersebut.
“Ekosistem sungai akan terganggu, suhu bumi meningkat akibat hilangnya hutan, dan keberadaan makhluk hidup di sepanjang sungai akan terancam,” tambah Rajab.
Menindaklanjuti aksi penolakan ini, masyarakat bersama perwakilan yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Aliran Sungai Rongkong (AMAL) akan menyerahkan dokumen penolakan secara resmi ke instansi terkait di tingkat provinsi.
“Kami akan mengantar langsung dokumen penolakan ini ke dinas terkait di Provinsi Sulawesi Selatan sebagai bentuk sikap tegas masyarakat. Kami berharap pemerintah mendengarkan suara rakyat dan tidak mengabaikan hak-hak masyarakat adat,” ujar Ketua AMAL, Muh. Al Hidayat.
Masyarakat berharap pemerintah pusat dan daerah dapat mempertimbangkan ulang pembangunan proyek tersebut dan memprioritaskan perlindungan hak-hak masyarakat lokal serta kelestarian lingkungan hidup.
Komentar