Oleh: Anisah Nurfadilah DS
OPINI – Di balik tembok pingitan yang dahulu membatasi langkahnya, lahirlah cahaya dari seorang perempuan muda bernama Raden Ajeng Kartini. Ia bukan sekadar putri bangsawan Jawa, tetapi juga pelita yang menyalakan harapan bagi jutaan perempuan Indonesia. Melalui pena dan pikirannya, Kartini menulis surat-surat penuh semangat dan cita-cita tentang dunia yang timpang dan tidak adil bagi kaumnya. Kata-katanya menembus batas sosial dan budaya, menggugat ketidakadilan yang membelenggu perempuan pada zamannya.
Kartini adalah sosok emansipasi sejati menembus batas tradisi demi membuka jalan bagi pendidikan dan kesetaraan. Tanggal 21 April bukan sekadar peringatan sejarah, melainkan momentum reflektif: sejauh mana kita telah melanjutkan semangat Kartini? Sejauh mana kita memberikan ruang, kesempatan, dan kepercayaan kepada perempuan untuk bersinar dan berdaya?
Kartini percaya bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan bangsa. Gagasan itu kini terbukti: perempuan Indonesia telah melangkah jauh dari keterkungkungan masa lalu. Di era digitalisasi dan globalisasi, perempuan tampil sebagai pemimpin, inovator, pendidik, dan penggerak perubahan. Teknologi membuka pintu-pintu peluang baru, memperkuat kesadaran akan kesetaraan gender.
Namun, kemajuan ini tidak datang tanpa tantangan. Di balik pencapaian besar, perempuan masih menghadapi berbagai rintangan. Budaya patriarki masih membayangi kehidupan sehari-hari. Beban ganda antara karier dan peran domestik terus menjadi dilema. Ketimpangan upah dan kesempatan masih menjadi persoalan yang harus diselesaikan bersama.
Kartini tidak hanya menginginkan perempuan boleh sekolah atau bekerja. Ia ingin perempuan memiliki kebebasan berpikir, berpendapat, dan menentukan arah hidupnya sendiri. Emansipasi hari ini adalah tentang sejauh mana perempuan berdaya atas tubuhnya, pikirannya, dan kehidupannya. Ini bukan lagi perjuangan untuk sekadar bisa hadir, tetapi untuk benar-benar merdeka.
“Habis gelap, terbitlah terang” bukan hanya judul buku, tapi juga filosofi hidup. Kartini bukan sekadar nama dalam buku sejarah—ia adalah simbol mimpi, harapan, dan keberanian perempuan untuk melampaui batasan. Perjuangannya menjadi bukti nyata bagaimana perempuan bisa mengubah nasib kaumnya dan bangsanya.
Setiap perempuan memiliki potensi besar untuk membawa perubahan. Kartini masa kini tidak berjalan sendiri. Ia hadir dalam setiap perempuan yang berani bermimpi, bersuara, dan bergerak. Perjuangan Kartini adalah estafet yang harus terus disambut dan dilanjutkan bukan hanya untuk dirinya, tapi juga untuk sesamanya.
Komentar