Krisis Kemanusiaan Gaza Memburuk: Israel Tolak Sistem Notifikasi, Bantuan Dihentikan

Nasional3499 Dilihat

Gaza, Palestina – Lembaga-lembaga kemanusiaan di Jalur Gaza terpaksa menghentikan sebagian besar layanannya setelah Israel menolak mengaktifkan kembali sistem notifikasi pergerakan yang selama ini melindungi staf kemanusiaan dari serangan militer.

Save the Children, melalui Direktur Kemanusiaannya di Gaza, Rachael Cummings, menyatakan bahwa organisasinya telah mengurangi 80 persen kegiatannya karena Israel tidak lagi mengakui pemberitahuan melalui platform Humanitarian Notification System (HNS) yang dioperasikan oleh PBB.

“HNS berfungsi untuk membantu Israel agar tidak menyerang kami. Kini tanpa sistem itu, kami tak dapat menjamin keselamatan tim kami, sehingga kami harus menghentikan sebagian besar pekerjaan kami untuk anak-anak,” ujar Cummings.

Badan-badan PBB lainnya juga mengalami dampak serupa. Seorang pejabat PBB mengungkapkan bahwa hingga kini belum ada jaminan dari pihak Israel terkait keamanan pergerakan tim kemanusiaan di wilayah tersebut.

Dengan lebih dari 2,2 juta warga yang sepenuhnya bergantung pada bantuan kemanusiaan setelah 17 bulan perang yang menghancurkan infrastruktur Gaza, kondisi semakin memburuk sejak Israel mengakhiri gencatan senjata dua bulan pada 18 Maret lalu.

Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan lebih dari 50.000 warga Palestina telah tewas sejak perang dimulai pada 7 Oktober 2023, setelah serangan Hamas yang menewaskan sekitar 1.200 warga Israel menurut data pemerintah.

Israel menyatakan bahwa sistem HNS dihentikan selama masa gencatan senjata dan kini koordinasi dilakukan secara terbatas tergantung situasi di lapangan. Namun, laporan OCHA menunjukkan bahwa antara 18–24 Maret, Israel menolak 40 dari 50 permintaan koordinasi bantuan.

Selain menolak koordinasi, Israel juga memberlakukan blokade total terhadap bantuan kemanusiaan, termasuk makanan dan bahan bakar. Kepala UNRWA Philippe Lazzarini menyebut kondisi Gaza sebagai “masa tergelap kemanusiaan”, dengan warga yang tidak lagi bisa mendapatkan makanan, obat-obatan, bahkan air bersih.

Pada 19 Maret, sebuah proyektil menghantam gedung PBB yang dijadikan tempat tinggal staf internasional — lokasi yang sudah diinformasikan ke Israel — menewaskan seorang pekerja asal Bulgaria dan melukai enam lainnya. PBB menuding serangan berasal dari tank Israel, meski tuduhan itu dibantah oleh pihak militer Israel.

Akibat insiden itu, PBB menarik sepertiga staf asing dari wilayah tersebut. Sementara itu, lebih dari 300 pekerja kemanusiaan Palestina telah gugur selama perang, termasuk delapan orang hanya dalam kurun sepekan terakhir.

Laporan terbaru menyebutkan bahwa pejabat Israel sedang merancang skema pengambilalihan distribusi seluruh bantuan di Gaza, baik oleh tentara maupun kontraktor keamanan swasta, seiring dengan rencana ofensif darat berskala penuh yang baru.

Gavin Kelleher dari Norwegian Refugee Council menyebut kondisi tersebut sebagai sabotase sistematis terhadap operasi kemanusiaan.

“Kami tidak pernah diizinkan membawa cukup bantuan, tidak diberi akses aman, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Gaza. Kami sedang disiapkan untuk gagal,” tegasnya.

Komentar