Ramadhan dan Pertanyaan yang Tak Terjawab oleh Agnostik

Opini33 Dilihat

Ramadhan hadir seperti pelukan hangat bagi jiwa, yang haus ketenangan. Dalam setiap do’a yang terucap, tangan yang memberi, dan sujud yang hening, kita merasakan ada kekuatan besar yang membimbing hidup ini. Namun, tak sedikit di antara kita yang masih ragu, yang memilih berdiri di tengah, tidak menolak Tuhan, tapi juga belum yakin. Mereka berkata, “Aku tak tahu apakah Tuhan benar-benar ada.”

Tapi, coba tanyakan pada diri, apakah ketidakpastian itu bisa menjadi sandaran saat hati sedang gundah? Saat seseorang larut dalam doa malam, merintih dan berharap, apakah cukup dengan jawaban “entahlah”? Hati manusia butuh sesuatu yang pasti, sesuatu yang bisa menenangkannya. Di sinilah Ramadhan hadir, bukan hanya sebagai ritual, tapi sebagai jalan menemukan makna dan kepastian yang selama ini dicari.

Bagi yang ragu, kebaikan mungkin sebatas tugas sosial. Namun, bagi hati yang percaya, memberi adalah bentuk cinta kepada Tuhan, dan setiap amal membawa harapan pahala. Ketika berbicara tentang kematian, agnostik akan berkata, “Kita tidak tahu apa yang menanti.” Tapi iman menawarkan lebih: harapan akan kehidupan yang kekal, tempat kembali bagi jiwa yang tenang.

Ramadhan menjadi waktu untuk kembali mendekat, membuka ruang dalam diri untuk percaya, bukan sekadar menduga-duga. Bila keyakinan bisa membawa kedamaian dan arah, mengapa harus terus terjebak dalam keraguan yang hampa?

Komentar