Luwu Utara – Pada tanggal 24-25 Februari 2025, telah dilaksanakan musyawarah penyelesaian tapal batas antara wilayah adat Pontattu, Kanandede, dan Balanalu yang berada di Kecamatan Rongkong, serta wilayah adat Mangkaluku, Buka, dan Salupaku yang berada di Kecamatan Sabbang, Kabupaten Luwu Utara. Kegiatan ini dihadiri oleh masyarakat adat, pemerintah desa, serta pihak DPMD Kabupaten Luwu Utara dan Kecamatan Rongkong serta Sabbang.”(25/2/25).
Musyawarah ini difasilitasi oleh Pengurus Wilayah AMAN Tana Luwu, BRWA Sulawesi Selatan, dan JKPP. Acara yang berlangsung selama dua hari ini bertujuan untuk menyelesaikan sengketa tapal batas wilayah adat secara musyawarah mufakat.
Sekretaris Desa Malimbu, Tony Irawan. S, yang menjadi tuan rumah dalam acara ini menyampaikan rasa terima kasih kepada AMAN Tana Luwu atas fasilitasi yang diberikan dan berharap proses musyawarah dapat diselesaikan secara kekeluargaan.
“Kami berharap musyawarah ini dapat menghasilkan keputusan yang adil dan dapat diterima oleh semua pihak,” ujarnya.
Hamriani Maddu, dari DPMD Kabupaten Luwu Utara, menegaskan bahwa pembahasan tapal batas wilayah adat ini mengacu pada Permendagri No. 52 Tahun 2014 yang memberikan pedoman bagi pengakuan dan perlindungan masyarakat adat. Ia juga menyebutkan bahwa di Kabupaten Luwu Utara terdapat enam wilayah adat yang akan mendapatkan SK Pengakuan, termasuk wilayah adat di Rongkong seperti Manganan, Uri, dan Komba, serta wilayah adat Seko seperti Turong Singkalong dan Hono.
Kahar, Kepala Biro Unit Kerja Percepatan Pemataan Wilayah Adat (UKP3) AMAN Tana Luwu, menegaskan pentingnya musyawarah ini karena tapal batas terkait dengan perencanaan tata kelola ruang hidup masyarakat adat.
“Dengan adanya penandatanganan Berita Acara Tapal Batas ini, kami berharap dapat menghindari potensi konflik tenurial di masa depan,” ujarnya.
Saenal Abidin, Kepala BRWA Sulawesi Selatan, memberikan penekanan pentingnya pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat terkait tapal batas wilayah. Ia menegaskan bahwa penyelesaian tapal batas tidak boleh menghilangkan hak masyarakat atas tanah mereka, dan pengakuan terhadap masyarakat hukum adat harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang tercantum dalam UUD 1945.
Andre Tandigau juga menambahkan pentingnya pengakuan hak-hak masyarakat adat di wilayah adat Buka dan Salupaku, serta perlunya pengajuan pengakuan di bawah PERDA No. 2 Tahun 2020 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Luwu Utara.
Musyawarah ini menunjukkan komitmen bersama untuk menyelesaikan masalah tapal batas secara damai dan mendukung pengakuan hak-hak masyarakat adat di Kabupaten Luwu Utara.
Komentar