Hari Pahlawan dan Ironi Nasib Dua Guru Pejuang di Luwu Utara

Opini906 Dilihat

OLEH: Sigit Nugroho

(Karateker Ketua LMND Luwu Utara)

OPINI – Setiap tanggal 10 November, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan sebuah momentum untuk mengenang jasa para pejuang yang rela berkorban demi keadilan, kemerdekaan, dan harkat manusia. Namun, di tengah gema penghormatan terhadap para pahlawan bangsa, masih ada “pahlawan tanpa tanda jasa” yang justru dianggap sebagai pelaku kejahatan karena keberaniannya membela kebenaran.

Ironi itu kini dirasakan oleh dua guru di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang justru dijatuhi hukuman oleh Mahkamah Agung, meski di tingkat pengadilan sebelumnya mereka telah dinyatakan tidak bersalah. Kedua guru ini bukanlah pelaku kejahatan mereka adalah pendidik yang memperjuangkan hak-hak guru honorer melalui pengelolaan dana komite sekolah.

Apa yang mereka lakukan sejatinya adalah bentuk tanggung jawab moral dan sosial seorang guru. Mereka memperjuangkan harkat profesinya, membela rekan-rekan sejawat yang selama ini bekerja dengan penghasilan minim, tanpa perlindungan memadai dari negara. Namun, perjuangan itu justru berujung pada jerat hukum yang tak adil seolah menegaskan bahwa di negeri ini, menjadi baik adalah sebuah kejahatan.

Hari Pahlawan seharusnya menjadi refleksi bagi kita semua, apakah semangat kepahlawanan masih hidup di tengah birokrasi dan hukum yang sering kali tumpul ke atas tapi tajam ke bawah? Apakah perjuangan dua guru di Luwu Utara ini bukan cerminan keberanian yang sama seperti para pahlawan dahulu hanya saja kini mereka berjuang di ruang kelas, bukan di medan perang?

Negara semestinya hadir untuk melindungi guru, bukan mengkriminalisasi mereka. Sebab, tanpa guru, tidak akan lahir pahlawan dalam bentuk apa pun. Keputusan Mahkamah Agung yang memvonis dua guru ini patut ditinjau kembali melalui Peninjauan Kembali (PK). Keadilan tidak boleh dikubur hanya karena keberanian berbicara dianggap ancaman bagi kekuasaan atau sistem yang tidak adil.

Di momen Hari Pahlawan ini, kita tidak hanya mengenang mereka yang gugur di masa lalu, tetapi juga harus membela mereka yang berjuang hari ini termasuk dua guru di Luwu Utara yang menjadi simbol perjuangan moral dan profesionalisme di dunia pendidikan.

Mereka bukan pelaku kriminal.
Mereka adalah pahlawan pendidikan yang sedang dizalimi oleh sistem.

Komentar