Palopo – Menjelang Konferensi Kota Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Palopo, tensi politik internal perlahan memanas. Deretan nama bakal calon ketua mulai beredar, diiringi geliat propaganda yang menggeliat di setiap lini diskusi kader. Namun, di tengah hingar-bingar dinamika itu, muncul satu suara yang mencoba menjaga arah, suara dari Adrianto, kader LMND Komisariat Universitas Andi Djemma, yang menyerukan makna lebih mendalam dari sekadar pergantian kepemimpinan.
“Konferensi bukan panggung adu strategi individu, bukan pula arena pencitraan untuk memenangkan dukungan mayoritas semu. Ini adalah titik kritis sebagai momen menyusun ulang barisan, menguatkan basis ideologi, dan memperluas cakrawala politik kader,” tegas Adrianto.
Ia menyoroti kecenderungan konferensi yang kerap direduksi menjadi ritual periodik tanpa arah politik yang tajam. Padahal, dalam pandangannya, konferensi harus menjadi momen reflektif sekaligus ofensif untuk memastikan LMND tetap menjadi kekuatan pelopor yang berpijak pada realitas rakyat.
“Jika kita hanya sibuk berebut posisi, lantas siapa yang membahas nasib masyarakat miskin, buruh kontrak, petani tergusur, dan rakyat yang digilas skema pembangunan neoliberal?” tanya Adrianto, menggugah kesadaran kolektif.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya konferensi sebagai medium konsolidasi jangka panjang: tempat di mana generasi baru tidak hanya dicetak sebagai ‘pengurus’, tetapi dibentuk sebagai kader ideologis yang sanggup memikul beban sejarah dan tantangan zaman.
“Negara hari ini sibuk mendesain generasi emas 2045 dengan jargon dan statistik. Kita pun harus menjawab itu dengan menyiapkan generasi emas perjuangan bukan sekadar cerdas, tapi militan, bukan hanya fasih bicara, tapi berpihak secara konkret pada rakyat,” pungkasnya.
Adrianto mengajak seluruh kader LMND Palopo untuk memaknai konferensi secara strategis, sebagai proses menyatukan kekuatan, merumuskan garis perjuangan, dan memperkuat posisi organisasi sebagai alat perjuangan rakyat.
“Konferensi bukan akhir, tapi permulaan. Jika gagal dimaknai, maka kita bukan hanya kehilangan arah tapi juga kehilangan relevansi,” tutupnya.
Komentar